sopliadi
Berjalan merongrong
malam yang berkepanjangan telusuri wilayah tak bertuan. Takut berkecamuk. Letih
lemah dalam kekelabun. menyusup masuk lewat celah-celah bocoran tembok
tinggi. Meraba yang tak mampu disentuh,
mimpi tak memiliki pesona, selain lamunan picisan. Pongah di dunia banal yang
tak sedikit pun memiliki welas asih pada mereka yang dungu. Bangsat untuk
keparat. Kata tak memiliki tujuan. Dari anasir yang dicita-citakan. Bungkam dalam
lembah panas yang kau semai. Nadamu menggema, berdesis di kuping-kuping yang
tak tuli. Tak menaruh arti.
Kau pancarkan
bualan yang nihil. Senja pucat. Malam tak gelap. Api yang kau ciptakan menjadi
kidung senjata. Dalam hening sunyi. Jemari telunjuk wajah pasi. Kelingking
terkait. Itulah kebohongan. Dusta. Siasat jahat. Kebodohan akan menipumu. Di
balik gelombang tirai. Kau muncul dengan raut kusam. Kelimis tebal. Sombong dan
penghianat. Berbusa mulutmu dengan nada ejek. Ini kebenaran telanjang. Tak pernah
keluar dari manusia. Kucing mengeong kelaparan. Kumisnya jongor menunjukmu yang
bau. Seperti ikan sudah matang. Siapa yang lapar akan meyantapmu dengan nikmat.
Dagingnya jadi rebutan.
Hari lelah dan
pucat. Orang kelaparan. Kerja tak ada. roti masih kau makan dengan mulutmu menganga.
Tak ada belas kasihan. Teriak mereka meminta. Persetan kata peduli. Kau tetap saja lahap makanan itu.
Kuhirup nafasmu bau ikan gosong. Sumbat mulutmu dengan senjata. Agar suara mu
bungkam. Baik dalam kedurjaan. Kharisma buatmu tenar. Tapi kau lupa. Ada
tumbuhan yang perlu air. Matamu belalak. Ketika perempuan lewat. Tatap penuh
nafsu. Sembunyi dalam busukmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar