26 April 2014

Nadamu yang Sumbang

sopliadi

Berjalan merongrong malam yang berkepanjangan telusuri wilayah tak bertuan. Takut berkecamuk. Letih lemah dalam kekelabun. menyusup masuk lewat celah-celah bocoran tembok tinggi.  Meraba yang tak mampu disentuh, mimpi tak memiliki pesona, selain lamunan picisan. Pongah di dunia banal yang tak sedikit pun memiliki welas asih pada mereka yang dungu. Bangsat untuk keparat. Kata tak memiliki tujuan. Dari anasir yang dicita-citakan. Bungkam dalam lembah panas yang kau semai. Nadamu menggema, berdesis di kuping-kuping yang tak tuli. Tak menaruh arti.
Kau pancarkan bualan yang nihil. Senja pucat. Malam tak gelap. Api yang kau ciptakan menjadi kidung senjata. Dalam hening sunyi. Jemari telunjuk wajah pasi. Kelingking terkait. Itulah kebohongan. Dusta. Siasat jahat. Kebodohan akan menipumu. Di balik gelombang tirai. Kau muncul dengan raut kusam. Kelimis tebal. Sombong dan penghianat. Berbusa mulutmu dengan nada ejek. Ini kebenaran telanjang. Tak pernah keluar dari manusia. Kucing mengeong kelaparan. Kumisnya jongor menunjukmu yang bau. Seperti ikan sudah matang. Siapa yang lapar akan meyantapmu dengan nikmat. Dagingnya jadi rebutan.
Hari lelah dan pucat. Orang kelaparan. Kerja tak ada. roti masih kau makan dengan mulutmu menganga. Tak ada belas kasihan. Teriak mereka meminta. Persetan kata  peduli. Kau tetap saja lahap makanan itu. Kuhirup nafasmu bau ikan gosong. Sumbat mulutmu dengan senjata. Agar suara mu bungkam. Baik dalam kedurjaan. Kharisma buatmu tenar. Tapi kau lupa. Ada tumbuhan yang perlu air. Matamu belalak. Ketika perempuan lewat. Tatap penuh nafsu. Sembunyi dalam busukmu.

Tidak ada komentar: