Oleh Sopliadi
S
|
iapa yang tidak kenal sebait
syair itu.
“terlena”
“terlena”
“aku terlena”
Siang sehabis
perkuliahan. Cahaya matahari kelembapan menghembuskan angin hingga menembus liang
renik pada kulit. Cukup melepaskan penat
bagi seorang Lie. “Tumpukan tugas kian melilit otak , tak ada lagi waktu
bersantai”, gumam ia dalam hati.
Seperti biasanya! Di
bawah pepohonan tak begitu rindang dihiasi tonggokan dedaunan yang sudah menguning,
sejenak ia merebahkan tubuhnya sembari merenungi fenomena atmosfer, memandang,
menerobos dahan-dahan, pada debu-debu bertaburan.
Dari kejauhan terlihat sepasang burung tengah asyik menari-nari di atas ranting pepohonan.
Dari kejauhan terlihat sepasang burung tengah asyik menari-nari di atas ranting pepohonan.
Waktu burung-burung mengambil tempat di antara
dahan-dahan pohon, dan keheningan syahdu mulai turun ke bumi, terdengar
gemersik langkah kaki menginjaki rerumputan.
Di sela-sela tebaran debu, Lie menaruh perhatian dan melihat sosok perempuan bertubuh sintal yang aduhai. Berjalan di bawah sebatang pohon sehingga ia dapat melihat sesosok perempuan tanpa ia sendiri terlihat.
Di sela-sela tebaran debu, Lie menaruh perhatian dan melihat sosok perempuan bertubuh sintal yang aduhai. Berjalan di bawah sebatang pohon sehingga ia dapat melihat sesosok perempuan tanpa ia sendiri terlihat.
Mengenakan busana putih
seputih warna putih-seputih kulitnya. Semilir angin membuat rambut sebatas bahu
itu tergerai sehingga mata ini tak lagi mampu berkedip. Lie diam tanpa berucap
apa-apa. Pikirannya kian melayang-layang menjelajahi samudera yang tak
bertepian. Seketika itu juga wajah perempuan terlihat samar oleh pusaran debu.
Selang beberapa menit, angin pun menurunkan temponya, debu-debu berjatuhan,
sosoknya pun hilang tak meninggalkan bekas apapun.
Lie sungguh terkesima
dengan sosok yang ia lihat.
Bayangan tubuhnya masih
membekas di benak Lie. Aroma parfumnya masih menyelinap dalam rongga hidung. “Akankah
peristiwa itu terulang untuk ke dua kalinya?”. Ia pun menaruh secuil harapan.
Dalam hati diselimuti perasaan gelisah bercampur penyesalan karena waktu tak
memberi kesempatan untuk bertatap muka.
“Hidup memang penuh
banyak pertanyaan”
“Ada apa dengan ini
semua?” Bisik Lie dalam hati.
“Bukankah selama ini aku
selalu disibukkan oleh pertanyaan yang seharusnya tak perlu dijawab”
“Benar, tapi aku takkan
pernah tahu sesuatu jika jawabannya tak dicari, apalagi tentang siapanya dia.
Itu sangat menggangguku”. Bisik ia kembali.
Hembusan angin kian
reda. Hatinya tak karuan, dengan wajah penuh kekosongan sembari menatap jauh ke
langit dan berkata “hidup ini memang indah jika dinikmati, tapi tak akan
bermakna apa-apa jika masih banyak menyisakan pertanyaan yang tak kunjung
memberikan jawaban”.
Berkutat dalam budaya pencarian
sungguh menyenangkan, tapi akan sakit manakala tak menemukan jawaban apa-apa.
Hmm, Lie tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
Itulah seorang Lie.
Hidupnya dipenuhi ribuan pertanyaan. Tak hanya siapa dirinya, nasib masa depan bangsa
tak jarang nangkring di benaknya. Hanya bisa menunggu waktu, kapan? Jawaban
semua itu ditemukan.
“Berkutat dalam
pertanyaan besar seringkali membuat kita lupa peristiwa kecil yang cukup
berarti tersisihkan. Dengan rasa percaya diri bercampur kegundahan ia pun
segera beranjak agar sejanak dapat dilupakan, dan membiarkan bayangan itu
menjadi mimpi-mimpi di kala tidur.
***
Keesokan harinya, seperti
hal tak terduga yang dialaminya, doa Lie dikabulkan, dimana perempuan itu
muncul dengan pakaian tempo hari. “Ini adalah mimpi kemarin” Lie pun
menghentakkan kaki karena perempuan itu muncul di tanah yang sama. “Kendati
masih banyak pertanyaan yang belum terjawab, setidaknya ini dapat memberikan
salah satu jawaban dari sekian banyak pertanyaan”.
Dalam waktu bersamaan, sejenak
Lie tersontak dan berkata “ ternyata dialah sosok perempuan yang selama ini
diidam-idamkan”. Dia seperti seorang primadona di arena kehidupan. Kala ia
berjalan dengan sandal keemasan tidak hanya membuat seluruh mata melotot,
pepohonan pun ikut tunduk. Bahkan, burung-burung yang tengah asyik menari
sejenak terdiam melihat gerakannya penuh dengan daya pikat. Semua itu membuat
Lie merasa hidup.
Perempuan yang ia
idamkan seperti perempuan-perempuan lainnya yang bisa membuat kalian
menyerahkan jantung hati kalian kepada mereka. Dia memiliki kecantikan yang
berbeda seakan-akan diciptakan oleh dewa. Dia adalah perpaduan dari segala
kecantikan.
Namun, sosok perempuan
itu tetap menjadi bayangan dalam hidupnya, karena Lie lebih memilih untuk
memendamkan perasaan itu. Selain ia cukup pemalu, dan tidak memiliki keberanian
untuk mendekatinya, juga karena tahu, mencintai hanya akan menambah luka lama
yang belum lekas sembuh. Namun, cukup membuat Lie terbuai olehnya. Terlena oleh
keindahan cinta.
“sungguh terharu
dan terbuai”
“aku terlena”
Begitulah Lie, menaruh
cintanya dengan perempuan yang tak kunjung dimiliki. Kadang ia masih berkhayal di
tengah kontemplasi yang luas. Lie, memang tidak kunjung berterus terang,
padahal perempuan itu sangat ia cintai.
Kegundahan yang
dialaminya sengaja tak diungkapkan karena kata-kata terlalu sederhana untuk
mengatakan apa yang ia rasakan. Tengah kesendirian hanya ditemani
sunyi-senyapnya malam kerap sosok itu nangkring setiap lamunannya. Hanya itu
yang ia bisa lakukan.
Tatkala malam, tak
jarang Lie merindukan sosok perempuan itu, dan ia hanya bisa kembali ke tempat
dimana ia melihat sosok perempuan dari kejauhan. Di tanah tempat ia bermimpi
kemarin. Sembari mebayangi kembali perempuan itu, kendati dia entah dimana, mungkin
telah pergi ke tempat yang jauh di tanah yang terlupakan. Karena Lie tak cukup
tahu.
“Semoga dia tidak kenapa-kenapa” pinta Lie dengan
penuh harapan sambil menatap ke atas langit yang dipenuhi oleh kelap-kelip
bintang. “Bintang bintang, kau hanyalah bintang! Dan takkan pernah tahu
perasaan seseorang. Tapi aku cukup tahu, kau hanya bisa memberi kesempatan
kepada diriku untuk menatapmu dari kejauhan, bukan untuk memilikinya”.
Lie, nampaknya sudah
tidak bisa menyampaikan apa-apa lagi. Tidak bahasa dia juga tidak dengan bahasa
cinta. Untuk beberapa lama ia masih berharap sosok perempuan itu muncul dari
balik kegelapan, dengan pakaian putih waktu tebaran debu menghalanginya, dengan
rambutnya yang tergerai ditiup angin. Dan sandal keemasan yang sering dia
kenakan.
Begitulah malam-malam
seorang bernama Lie berlalu. Perempuan bertubuh sintal itu tetap tinggal dalam
khayalannya. Hari-hari terus berjalan, namun wajah itu menetap jauh ke dalam
lubuk hatinya sepanjang siang dan malam.
Lie menatap malam penuh
tatapan kosong, dan dengan refleksi mendalam ia menemukan kenyataan dari
sesuatu yang begitu luas dan tidak berbatas. Sesuatu yang tidak bisa dituntut
oleh kekuatan apapun, juga tidak bisa dibeli dengan harta kekayaan.
Entah kenapa Sosok itu
sangat menghantui hidupnya. Tapi, sungguh pun demikian, dia tidak mau tenggelam
oleh dunia cinta. Karena itu hanya akan membuat hidupnya jadi bumerang. Dan
sadar inilah yang mampu meyatukan harapan dan kekuatan, tumbuh melawan
rintangan.
Akhirnya, Lie
memutuskan untuk meninggalkan tempat duduknya. Dan membiarkan semuanya pada
sang waktu untuk menjawabnya. Lie pun melanjutkan kembali tugas yang melilit di
otaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar