03 Januari 2014

Cerpen: Perempuan Bertubuh Sintal


Oleh Sopliadi
S
iapa yang tidak kenal sebait syair itu.
terlena”
            “terlena”
                        “aku terlena”
Siang sehabis perkuliahan. Cahaya matahari kelembapan menghembuskan angin hingga menembus liang renik pada kulit. Cukup melepaskan  penat bagi seorang Lie. “Tumpukan tugas kian melilit otak , tak ada lagi waktu bersantai”, gumam ia dalam hati.
Seperti biasanya! Di bawah pepohonan tak begitu rindang dihiasi tonggokan dedaunan yang sudah menguning, sejenak ia merebahkan tubuhnya sembari merenungi fenomena atmosfer, memandang, menerobos dahan-dahan, pada debu-debu bertaburan.
Dari kejauhan terlihat sepasang burung tengah asyik menari-nari di atas ranting pepohonan.
Waktu burung-burung mengambil tempat di antara dahan-dahan pohon, dan keheningan syahdu mulai turun ke bumi, terdengar gemersik langkah kaki menginjaki rerumputan.
Di sela-sela tebaran debu, Lie menaruh perhatian dan melihat sosok perempuan bertubuh sintal yang aduhai. Berjalan di bawah sebatang pohon sehingga ia dapat melihat sesosok perempuan tanpa ia sendiri terlihat.

Mengenakan busana putih seputih warna putih-seputih kulitnya. Semilir angin membuat rambut sebatas bahu itu tergerai sehingga mata ini tak lagi mampu berkedip. Lie diam tanpa berucap apa-apa. Pikirannya kian melayang-layang menjelajahi samudera yang tak bertepian. Seketika itu juga wajah perempuan terlihat samar oleh pusaran debu. Selang beberapa menit, angin pun menurunkan temponya, debu-debu berjatuhan, sosoknya pun hilang tak meninggalkan bekas apapun.

Lie sungguh terkesima dengan sosok yang ia lihat.

Bayangan tubuhnya masih membekas di benak Lie. Aroma parfumnya masih menyelinap dalam rongga hidung. “Akankah peristiwa itu terulang untuk ke dua kalinya?”. Ia pun menaruh secuil harapan. Dalam hati diselimuti perasaan gelisah bercampur penyesalan karena waktu tak memberi kesempatan untuk bertatap muka.

“Hidup memang penuh banyak pertanyaan”

“Ada apa dengan ini semua?” Bisik Lie dalam hati.

“Bukankah selama ini aku selalu disibukkan oleh pertanyaan yang seharusnya tak perlu dijawab”

“Benar, tapi aku takkan pernah tahu sesuatu jika jawabannya tak dicari, apalagi tentang siapanya dia. Itu sangat menggangguku”. Bisik ia kembali.

Hembusan angin kian reda. Hatinya tak karuan, dengan wajah penuh kekosongan sembari menatap jauh ke langit dan berkata “hidup ini memang indah jika dinikmati, tapi tak akan bermakna apa-apa jika masih banyak menyisakan pertanyaan yang tak kunjung memberikan jawaban”.

Berkutat dalam budaya pencarian sungguh menyenangkan, tapi akan sakit manakala tak menemukan jawaban apa-apa. Hmm, Lie tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

Itulah seorang Lie. Hidupnya dipenuhi ribuan pertanyaan. Tak hanya siapa dirinya, nasib masa depan bangsa tak jarang nangkring di benaknya. Hanya bisa menunggu waktu, kapan? Jawaban semua itu ditemukan.

“Berkutat dalam pertanyaan besar seringkali membuat kita lupa peristiwa kecil yang cukup berarti tersisihkan. Dengan rasa percaya diri bercampur kegundahan ia pun segera beranjak agar sejanak dapat dilupakan, dan membiarkan bayangan itu menjadi mimpi-mimpi di kala tidur.

***
Keesokan harinya, seperti hal tak terduga yang dialaminya, doa Lie dikabulkan, dimana perempuan itu muncul dengan pakaian tempo hari. “Ini adalah mimpi kemarin” Lie pun menghentakkan kaki karena perempuan itu muncul di tanah yang sama. “Kendati masih banyak pertanyaan yang belum terjawab, setidaknya ini dapat memberikan salah satu jawaban dari sekian banyak pertanyaan”.

Dalam waktu bersamaan, sejenak Lie tersontak dan berkata “ ternyata dialah sosok perempuan yang selama ini diidam-idamkan”. Dia seperti seorang primadona di arena kehidupan. Kala ia berjalan dengan sandal keemasan tidak hanya membuat seluruh mata melotot, pepohonan pun ikut tunduk. Bahkan, burung-burung yang tengah asyik menari sejenak terdiam melihat gerakannya penuh dengan daya pikat. Semua itu membuat Lie merasa hidup.

Perempuan yang ia idamkan seperti perempuan-perempuan lainnya yang bisa membuat kalian menyerahkan jantung hati kalian kepada mereka. Dia memiliki kecantikan yang berbeda seakan-akan diciptakan oleh dewa. Dia adalah perpaduan dari segala kecantikan.

Namun, sosok perempuan itu tetap menjadi bayangan dalam hidupnya, karena Lie lebih memilih untuk memendamkan perasaan itu. Selain ia cukup pemalu, dan tidak memiliki keberanian untuk mendekatinya, juga karena tahu, mencintai hanya akan menambah luka lama yang belum lekas sembuh. Namun, cukup membuat Lie terbuai olehnya. Terlena oleh keindahan cinta.

            “sungguh terharu dan terbuai”

                        “aku terlena”

Begitulah Lie, menaruh cintanya dengan perempuan yang tak kunjung dimiliki. Kadang ia masih berkhayal di tengah kontemplasi yang luas. Lie, memang tidak kunjung berterus terang, padahal perempuan itu sangat ia cintai.

Kegundahan yang dialaminya sengaja tak diungkapkan karena kata-kata terlalu sederhana untuk mengatakan apa yang ia rasakan. Tengah kesendirian hanya ditemani sunyi-senyapnya malam kerap sosok itu nangkring setiap lamunannya. Hanya itu yang ia bisa lakukan.

Tatkala malam, tak jarang Lie merindukan sosok perempuan itu, dan ia hanya bisa kembali ke tempat dimana ia melihat sosok perempuan dari kejauhan. Di tanah tempat ia bermimpi kemarin. Sembari mebayangi kembali perempuan itu, kendati dia entah dimana, mungkin telah pergi ke tempat yang jauh di tanah yang terlupakan. Karena Lie tak cukup tahu.

 “Semoga dia tidak kenapa-kenapa” pinta Lie dengan penuh harapan sambil menatap ke atas langit yang dipenuhi oleh kelap-kelip bintang. “Bintang bintang, kau hanyalah bintang! Dan takkan pernah tahu perasaan seseorang. Tapi aku cukup tahu, kau hanya bisa memberi kesempatan kepada diriku untuk menatapmu dari kejauhan, bukan untuk memilikinya”.

Lie, nampaknya sudah tidak bisa menyampaikan apa-apa lagi. Tidak bahasa dia juga tidak dengan bahasa cinta. Untuk beberapa lama ia masih berharap sosok perempuan itu muncul dari balik kegelapan, dengan pakaian putih waktu tebaran debu menghalanginya, dengan rambutnya yang tergerai ditiup angin. Dan sandal keemasan yang sering dia kenakan.

Begitulah malam-malam seorang bernama Lie berlalu. Perempuan bertubuh sintal itu tetap tinggal dalam khayalannya. Hari-hari terus berjalan, namun wajah itu menetap jauh ke dalam lubuk hatinya sepanjang siang dan malam.

Lie menatap malam penuh tatapan kosong, dan dengan refleksi mendalam ia menemukan kenyataan dari sesuatu yang begitu luas dan tidak berbatas. Sesuatu yang tidak bisa dituntut oleh kekuatan apapun, juga tidak bisa dibeli dengan harta kekayaan.

Entah kenapa Sosok itu sangat menghantui hidupnya. Tapi, sungguh pun demikian, dia tidak mau tenggelam oleh dunia cinta. Karena itu hanya akan membuat hidupnya jadi bumerang. Dan sadar inilah yang mampu meyatukan harapan dan kekuatan, tumbuh melawan rintangan.

Akhirnya, Lie memutuskan untuk meninggalkan tempat duduknya. Dan membiarkan semuanya pada sang waktu untuk menjawabnya. Lie pun melanjutkan kembali tugas yang melilit di otaknya.

Tidak ada komentar: